Dewasa ini banyak televisi menayangkan berbagai seri program seperti penyihir, jimat talisman/amulet dan macam-macam kalung dan gelang yang terkesan “ajaib”. Beberapa majalah dan aplikasi penuh dengan alamat dan publikasi tentang orang-orang yang menawarkan cinta, kesehatan dan kebahagiaan. Mengapa zaman yang sarat dengan kemajuan teknologi dan sains, orang masih menoleh ke belakang untuk berurusan dengan hal-hal takhayul?
Untuk merumuskan pertanyaannya, kita menggunakan istilah: “superstisi” atau “takhayul”. Kalau istilah abstrak, superstisi diganti dengan kata yang konkret: “selamat” atau “tetap hidup”. Dengan demikian, kita dapat mengartikan kata “selamat” sebagai seseorang atau sesuatu yang bertahan hidup dalam kondisi kritis tertentu. Sehingga kita bertanya bagaimana mungkin seseorang dapat bertahan hidup dalam sebuah kecelakan mobil, gempa bumi, tsunami, dll.
Beberapa ungkapan takhayul saat ini sedang menjadi trend. Antara lain astrologi dan turunannya - horoskop, hari yang membawa keberuntungan atau sial - semuanya berkaitan dengan hukum alam dari Mesopotamia. Di mana gerakan teratur bintang-bintang dijelaskan oleh kehadirannya di dalam jiwa yang cerdas. Akibatnya, bintang-bintang dianggap sebagai dewa, yang kehendaknya, berjalan sesuai dengan urutan takdir. Dan Bintang tersebut menjadi predisposisi kehidupan seseorang dan fakta sejarah, yang membentuk mereka sesuai dengan karakteristiknya sendiri. Ada juga ramalan, fenomena yang menunjukkan untuk mendapatkan informasi tentang hal-hal masa depan, namun tidak melalui bintang-bintang. Tetapi berkonsultasi pada sumber informasi lain. Jangkauan teknik ramalan itu sudah lama ada dan akan tetap ada. Mulai dari interpretasi mimpi, membaca garis tangan, dan tanda di tubuh manusia. Seperti tahi lalat di kulit, cacat fisik, atau mengamati gerakkan dan mendengarkan suara binatang. Misalnya mendengarkan suara cecak sebelum keluar rumah, dll.
Di hadapan kejahatan yang diprediksi oleh astrologi atau ramalan, atau yang umumnya ditakuti, ada pertahanan yang diwakili oleh jimat seperti amulet atau talisman, yang tipologinya sangat luas. Seperti benda-benda ini: batu, dedaunan, akar, logam, reliki, kenangan dari orang kudus, tulisan suci atau campuran berbagai bahan lain yang dipadatkan. Bila orang yang membawa atau menyentuhnya, tidak hanya bisa atau dapat membela diri dari resiko umum atau khusus, tetapi juga untuk memperoleh kekuatan, kekayaan, kelimpahan, dan kesehatan.
Semua bentuk takhayul itu bermula dari rasa tidak aman eksistensial manusia dalam menghadapi perubahan yang sangat beragama dari kehidupan pribadi dan kolektif. Nah, untuk mempertahankan diri, kekayaan dan kemungkinan lain yang datang dari luar, maka orang mencari sesuatu untuk memproteksi diri. Dan Orang-orang inilah yang kemudian menjadi sasaran takhayul.
Indonesia, negara yang mayoritas penduduknya terdiri dari orang beragama. Kurang lebih ada lima atau lebih agama, yang semuanya mengakui eksistensi Allah. Mengapa ada begitu banyak takhayul? Kemajuan sains begitu pesat, mengapa masih ada tempat untuk omong kosong dan penipuan seperti itu? Jawaban pertama bahwa kegigihan bentuk-bentuk takhayul ini disebabkan oleh tidak memadainya penyajian dan pemaparan pesan agama dalam homili dan katekese, yang tidak lagi menyentuh masalah yang dihadapi umat akar rumput. Memang, tidak jarang bahwa praktek takhayul, justru muncul karena semi literasi religius yang dikaitkan dengan unsur-unsur keagamaan. Misalnya rumusan doa tertentu untuk mencari barang yang hilang, rumusan doa untuk melawan dan menangkap jin dan yang sejenisnya. Hal-hal seperti itu justru dipraktekkan oleh orang beragama. Untuk membersihkan debu takhayul dari mata kita, kiranya perlu team pastoral yang gigih untuk membangun sebuah pendekatan dan penyampaian katekese yang lebih sesuai dengan pesan Kitab Suci, agar umat dapat memperdalam, memahami dan mempraktekkan imannya dengan benar.
Sejak abad-abad awal, para Bapa Gereja memberi jawaban yang cukup tegas kepada umat yang saat itu dikelilingi oleh dunia kafir. Bahwa takhayul tidak hanya melawan Allah, tetapi juga menolak martabat manusia. Takhayul mereduksi atau menganulasi kedaulatan Allah atas ciptaan-Nya. Takhayul mengubah manusia menjadi boneka, dengan alasan iba. Namun takhayul membutakan manusia untuk taat pada benda-benda mati, dan merampas hadia terindah yang dimiliki manusia, yaitu akal kritisnya.
Dunia saat ini, ditandai oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka mempratekkan bentuk takhayul, itu artinya para intelektual dan ilmuwan telah menjadi korban kebodohan. Hal ini merupakan sebuah kontradiksi besar abad ini. Seharusnya, dengan didukung oleh sains dan teknologi, semakin banyak kita belajar, semakin kita mengenal Allah. Bila terjadi hal sebaliknya, maka jelas bahwa kita sedang tidak banyak belajar atau memang tidak belajar sama sekali. Atau kita belajar banyak, namun sedikit hal yang kita ketahui.
Dame no Rahun Di'ak/Paz e Bem!
Imajen:Pixabay.
Comments
Post a Comment