ROMA - Gereja Katolik Roma pada hari Senin (17/06) membuat sebuah terobosan baru yakni membuka pintu untuk menahbiskan para pria yang sudah menikah sebagai imam untuk memenuhi kebutuhan pastoral umat Katolik di daerah terpencil di Amazon, Amerika Selatan.
Proposal itu akan menanggapi kelangkaan para imam di wilayah itu untuk menahbiskan orang-orang yang karakternya telah terbukti (Latin: viri probati). Keputusan ini semacam pengecualian terhadap persyaratan selibat yang menurut para pakar Gereja - yang dikhawatirkan oleh Gereja tradisionalis - bisa menjadi langkah menuju penahbisan pria yang sudah menikah di wilayah lain di dunia.
Hingga sekarang dipahami bahwa “selibat adalah hadiah bagi Gereja,” namun dokumen Vatikan mencatat bahwa ada permintaan untuk mempertimbangkan kondisi paling terpencil di wilayah Amazon. Sehingga kemungkinan untuk memberikan penahbisan imamat pada pria yang telah menikah, dari wilayah tersebut terutama anggota yang diterima dari komunitas mereka. "
Paus Fransiskus telah mengatakan bahwa secara "viri probati" akan menahbiskan para pria berkeluarga untuk melayani di daerah-daerah terpencil yang kehilangan sakramen. Tetapi dia juga menekankan bahwa komitmen Gereja yang lebih luas terhadap hidup selibat bagi para imam tetap utuh.
Proposal Vatikan itu dibuat setelah berkonsultasi dengan umat Katolik di wilayah Amazon. Jika diterima, pria yang sudah menikah kemudian ditahbiskan menjadi imam bukanlah hal baru sama sekali dalam Gereja Katolik. Sebab pendahulu Paus Fransiskus, yaitu Paus Benediktus XVI, mengizinkan penahbisan beberapa imam Anglikan yang sudah menikah yang masuk Katolik untuk melayani sebagai imam Katolik. Dan beberapa gereja Katolik Timur yang bersekutu dengan Gereja Roma, seperti orang Melk dan Maron, telah lama membiarkan pria yang sudah menikah menjadi imam.
Tetapi pengecualian itu teruntuk daerah-daerah terpencil di Amerika Selatan yang mengalami kekurangan imam dan Misi Gereja di belahan dunia lainnya juga kemungkinan mengalami masalah yang sama.
Usulan yang sangat dinanti-nantikan itu menandai poros potensial bagi Gereja, terutama di belahan bumi selatan, tempat di mana Paus melihat bahwa masa depan untuk Misi Gereja seperti itu sangat terbuka.
Agenda untuk hal penting itu telah dimasukkan dalam dokumen kerja untuk pertemuan para uskup Gereja Roma pada bulan Oktober mendatang di Vatikan untuk membahas kebutuhan pastoral masyarakat beriman dan masyarakat adat di Bolivia, Brasil, Kolombia, Ekuador, Guyana, Peru, Suriname, dan Venezuela - yang disebut sebagai Wilayah Pan-Amazon.
Dokumen Vatikan itu juga berisi proposal untuk "pelayanan resmi" bagi wanita di wilayah pan-Amazon, meskipun tidak menentukan jenis pelayanannya seperti apa. Gereja Katolik Roma tidak menahbiskan wanita. Paus Fransiskus telah mengadakan panel dengan para ahli untuk mempelajari sejarah tentang diakon-diakon perempuan dalam tradisi Gereja primitife, awal. Tetapi Paus mengatakan pada bulan Mei bahwa temuan-temuan panel itu tidak meyakinkan.
Penahbisan terbatas pria yang menikah konsisten dengan dorongan Paus Fransiskus untuk menangani kebutuhan yang berbeda di berbagai belahan dunia, dan untuk menjadi lebih inklusif terhadap orang, bahkan jika mereka hidup di luar perintah gereja yang biasa, kata Pastor Giuseppe Buffon, seorang profesor dari sejarah gereja di Universitas Kepausan Antonianum di Roma.
"Revolusi yang dilakukan oleh Paus Fransiskus adalah untuk memberi arti penting bagi populasi lokal dan budaya mereka," katanya. Jadi Paus berpikir tentang kenyataan Gereja lokal di daerah-daerah tersebut.
Di Amazon, "masyarakat sering mengalami kesulitan dalam merayakan Ekaristi Kudus karena kurangnya imam," seperti yang dimuat dalam dokumen kerja, yang dirilis oleh Sinode Para Uskup, di departemen Vatikan yang mengawasi kerja para uskup di seluruh dunia. "Karena alasan ini, maka Gereja tidak dapat meninggalkan komunitas beriman tanpa Ekaristi Kudus. Maka kriteria pemilihan dan persiapan para pelayan Gerejawi yang berwenang untuk merayakannya harus diubah."
Umat Katolik di wilayah itu sering ditinggalkan berbulan-bulan atau lebih lama tanpa dilayani seorang imam pun untuk merayakan Ekaristi dan menerima sakramen pengakuan dosa. Maka dokumen itu mendesak diadakan pertemuan para uskup pada bulan Oktober untuk membahas kebutuhan pastoral umat beriman ini dan untuk memulihkan kondisi Gereja dari yang “mengunjungi” menjadi “Gereja yang mandiri.”
“Semua Sakramen harus menjadi sumber kehidupan dan obat yang dapat diterima oleh semua orang terutama bagi kaum miskin”. Dokumen itu berpendapat bahwa pada saat itu “perlu mengatasi kekakuan suatu disiplin yang mengecualikan dan mengasingkan” sehingga dapat menemukan rasa “kepekaan pastoral yang menemani dan berintegrasi. "
Di samping itu, ada usulan untuk Vatikan untuk menunjukkan bahwa Gereja perlu menggabungkan "musik dan tarian, bahasa dan pakaian asli, dalam persekutuan umat dengan alam dan masyarakat lokal."
Sandro, seorang pakar Vatikan di majalah Italia L'Espresso, mengatakan ia yakin bahwa mengizinkan para imam yang sudah menikah untuk melayani di Amazon akan “membuka pintu untuk konferensi para uskup lainnya di seluruh dunia untuk memungkinkan para imam yang sudah menikah dapat melayani,” termasuk di Eropa. Dia pun mengatakan bahwa para uskup Jerman, yang memiliki pandangan liberal yang kuat, akan mengadakan sinode dengan topik yang sama tahun depan.
"Hal ini tampaknya kecil," katanya tentang proposal Amazon. "Tetapi jika secara global imamat diberikan juga untuk pria yang sudah menikah, maka hal itu merupakan jalan terobosan baru bagi Gereja."
Kritik terhadap proposal, berjudul "Amazonia: Jalan baru untuk Gereja dan untuk ekologi integral," ada kekhawatiran bahwa hal itu akan mengikis pentingnya unsur selibat dalam imamat, dan dilihat sebagai indikasi kendornya doktrin yang mereka percaya telah merusak kepausan Paus Fransiskus. Dan mereka juga khawatir hal itu dapat menyebabkan banyak perubahan yang akan melunak-cairkan ortodoksi Gereja.
Sebetulnya Proposal ini membahas masalah praktis yang berkaitan dengan penawaran dan permintaan, terutama ketika kepercayaan Protestan mendapatkan daya tarik di Brasil dan bagian lain dari wilayah tersebut.
Tetapi usulan itu juga menimbulkan pertanyaan pelik, misalnya apakah pria menikah yang ditahbiskan hanya akan menjalankan sakramen, atau juga akan memiliki wewenang administratif seperti para imam lainnya.
Paus Fransiskus mengutip seorang pensiunan uskup Afrika Selatan, Fritz Lobinger, yang berpendapat bahwa para imam dapat ditahbiskan secara murni untuk melayani sakramen, bukan untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan di dalam Gereja.
Kardinal Claudio Hummes dari Brasil, yang akan membantu membimbing sinode itu, baru-baru ini mengatakan di Civiltà Cattolica, sebuah majalah Jesuit yang disetujui oleh Vatikan, bahwa "komunitas tidak ada di sana untuk imamnya, tetapi imam ada di sana untuk komunitas."
Dalam pertemuan di bulan Oktober, para uskup dan peserta akan memberikan suara untuk menyetujui dokumen final, yang kemudian akan diserahkan kepada Paus Fransiskus. Jika Bapa Suci setuju dengan rekomendasi tersebut, maka akan memberi mereka persetujuan otoritatif.
Gereja Kristus terus-menerus mengalami perubahan dan pertembuhan dari masa ke masa untuk mencapai puncak pemurniannya sesuai tuntunan Roh Kristus yang merupakan Kepala Gereja Semesta. Perubahan yang terjadi di dalam Gereja di bawah pengawasan Paus, para Kardinal dan para uskup dengan tujuan untuk pengakaran iman gereja, umat untuk kemuliaan Tuhan.
Foto/Sumber teks: The New York Times.
(Gcb)
Comments
Post a Comment